Selasa, 24 Februari 2009

Islam dan demokrasi


Oleh DR. Mustafa Muhammad Thahhan

Ada sebagian kelompok Islam yang berpandangan ekstrem terhadap demokrasi. Menurut mereka, dalam demokrasi, hukum bersumber dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.

Sejak kapankah rakyat menjadi sumber hukum?

Tidak pernah sedikitpun dalam diri kami untuk mengubah agama Allah ini. Kami pun tidak ingin menunggangi nash-nash yang ada agar sejalan dengan pemikiran Barat atau Timur. Kami juga tidak mau seperti kebanyakan yang hanya ikut-ikutan mengatakan tentang demokrasi Islam, liberalisme Islam, atau sosialisme Islam. Kami hanya ingin melihat permasalahan ini dengan jernih dan realistis. Dunia saat ini dikendalikan oleh dua sistem yang saling bertolak belakang: demokrasi dan diktator. Para pengusung paham demokrasi mengklaim bahwa paham merekalah yang telah mengangkat harkat dan martabat manusia; para penguasa yang bersikap diktator dianggap tidak menghargai nilai-nilai kemanusiaan.

Lantas , di manakah posisi kita dari keduanya?

Bagaimanakah kita membahasakan secara jelas tentang Islam dengan bahasa kontemporer?
Bolehkah kita memandang lebih jauh tentang demokrasi ini dengan pemahaman kita sendiri agar sejalan dengan syariat? Kami menganggap bahwa demokrasi hanya sebagai pintu masuk untuk mengakhiri kezhaliman, kesewenang-wenangan, dan sikap militerisme para penguasa.

Untuk menjawab pertanyaan ini, kita harus mengetahui terlebih dahulu karateristik negara dalam Islam. Diantaranya adalah
1. kedaulatan bagi rakyat;
2. masyarakat memiliki beban dan tanggung jawab;
3. kebebasan adalah hak semua orang;
4. persamaan terhadap hal-hal yang prinsip bagi setiap orang;
5. agama lain bebas menjalankan kewajiban syariatnya;
6. kezhaliman adalah haram dan memeranginya adalah wajib;
7. hukum di atas segalanya.

Adapun demokrasi sebagai sebuah sistem, berdiri diatas hal-hal berikut
1. mengayomi hak asasi manusia;
2. memberikan kebebasan;
3. menghargai keragaman berpolitik;
4. memilih anggota parlemen;
5. mengakui sistem multi partai;
6. menerima keberadaan oposisi;
7. memberikan hak berpolitik kepada wanita;
8. menghormati agama dan suku minoritas;
9. mengakui adanya perputaran kekuasaan;
10. membangun kehidupan yang damai antara negara, jamaah, dan partai lainnya.

Riset seperti apa pun tentang demokrasi, pasti hasilnya tidak akan jauh berbeda dengan pendapat Al Faqih Dr. Yusuf Al Qaradhawi. Fahmi Huwaidi dalam bukunya, Islam dan demokrasi mengatakan." Sangat aneh jika ada orang yang mengatakan bahwa demokrasi termasuk kemunkaran yang diharamkan dan tindakan kufur. Padahal, mereka sendiri tidak mengetahui hakikat yang sebenarnya tentang demokrasi. Apakah demokrasi yang diserukan masyarkat dunia, atau yang dibela oleh beberapa kelompok di barat dan di timur, atau apa yang diperoleh oleh rakyat setelah melakukan perlawanan panjang terhadap penguasa zhalim yang menyebabkan pertumpahan darah dan jatuhnya ribuan jiwa korban, sama dengan demokrasi yang diserukan oleh masyarakat Eropa Timur dan negara lainnya? Para aktivis Islam memandang, demokrasi bisa menjadi sarana yang dapat kita terima karena demokrasi dapat mencegah tangan besi para penguasa dan mengontrol hegemoni politik. Keduanya pernah membuat umat Islam menderita. Apakah demokrasi yang seperti ini termasuk munkar dan kufur sebagaimana yang dituduhkan orang-orang yang berpandangan dangkal dan tergesa-gesa?

Tidak ada komentar: